REVIEW BUKU CERITA PENDEK TENTANG CERITA PENDEK – Djenar Maesa Ayu
Mohon maaf jika ada kesalahan dalam review ini dan selamat membaca
Identitas Buku
Judul Buku: Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek
Jenis Buku: Kumpulan Cerpen
Genre: Fiksi
Penulis: Djenar Maesa Ayu
Penerbit: PT Gramedia
Cetakan: 1 dan II, Januari 2006
Bahasa: Indonesia
Tebal Buku: 117 Halaman
Salah satu hal menarik dari Djenar adalah piawainya menggambarkan sosok laki-laki dan wanita dengan detail ketubuhan yang rinci. Vulgar dan cenderung blak-blakan dalam mengungkapkan bumbu “seks” adalah keahlian Djenar dalam menceritakan sebuah kisah. Kisah dalam cerpen ini menarik, karena terdapat kejutan-kejutan yang tak terduga yang dialami tokoh cerita. Apalagi ending yang tragis seolah menampakkan tokoh-tokohnya yang termarginalkan berjuang untuk bangkit dari keterpurukan dan kekalahan dalam urusan percintaan. Aroma pengkhianatan, kelicikan, pelecehan seksual hadir dalam ruang yang terbuka. Intrik licik dan cerdik, dan bagaimana cara mengelabui pasangannya membuat intelektual para tokohnya berpengalaman dalam problematika cinta sekaligus seks.
Kasus contoh pada cerpen “cerita pendek tentang cerita cinta pendek” (hal 1) mengisahkan derita masing-masing individu yang sedang dihinggapi cinta segitiga. Namun yang menarik, Djenar menggunakan teknik baru, yaitu dengan memberikan nama tokohnya cukup simple, yaitu Saya, Ia dan Dia. Dengan penceritaan model point of view-nya saling berganti antara Saya, Ia dan Dia. Meskipun liku konfliknya rumit, namun cerita model begini amat langka, karena menceritakan antara Saya, Ia dan Dia dengan diulang-ulang. Cukup sederhana untuk memaparkan seluk beluk siapa sebenarnya tokoh dalam cerpen ini namun begitu kompleks karakter yang dimiliki masing-masing tokoh sekaligus berparadoks satu sama lain.
Kisah itu menceritakan bahwa tokoh “Saya” itu adalah wanita yang sudah bersuami dengan “Dia” namun ia mencintai “Ia” yang juga sudah memiliki istri. Djenar melukiskan cerita bertema “selingkuh” yang unik dan menggemaskan, karena ketiganya digambarkan “malu” pada diri mereka sendiri karena telah kepergok melakukan main belakang. Diam adalah ekspresi kebencian yang sempurna, itulah yang dialami tokoh Saya, Ia dan Dia karena hanya dengan merahnya mata—menangis, dan saling diam merupakan tanda ketiganya telah melakukan pengkhianatan atas nama cinta.
Dalam cerita ini, seolah-olah Djenar ingin memaparkan bahwa sebuah perselingkuhan itu rawan terjadi tatakala pasangan tersebut telah menikah. Hal itu mungkin disebabkan ketidakcocokan atau kurang bahagia dalam “nafkah batin”-nya. Namun itu bukan menjadi pijakan kenapa pasangan bisa selingkuh, dalam cerita lain dikisahkan dalam “Dislokasi Cinta”(hal 57) yang memaparkan bahwa cinta dibuat sebagai permainan. Lagi-lagi Djenar membuat alur yang tak diduga awalnya,berkesan surprise diakhirnya. Cerita yang mengisahkan percekcokan antara pasangan suami istri dipicu oleh cinta orang ketiga, dalam cerita itu sang suami ingin menjelaskan bahwa ia masih setia dan mencintai istrinya, namun semua itu terdengar dari gudang oleh orang ketiga itu.
Cerita yang bertema pengkhianatan terlihat pada cerpen “Istri yang tidak pulang” (hal 75) yang mengisahkan kepedihan mendalam sang istri yang menginginkan lari dari suaminya hingga menghilang ke sebuah pantai bersama teman selingkuhnya. Pada cerita-cerita tersebut, berkesan didramatisir dan terdapat pesan yang ingin dikenalkan oleh Djenar, bahwasanya pengkhianatan atas nama cinta itu ternyata bisa dilakukan oleh kedua pasangan yang sudah menikah, yaitu suami maupun sang istri.
Dari pilihan cerita di atas, bisa dikatakan bahwa Djenar Maesa Ayu ingin membuat sebuah cerita baru dengan alur konflik “meledak” yaitu dari awal menaik hingga ke tengah dan pada akhirnya menimbulkan eksplosif yang mencengangkan terutama yang membacanya.
Djenar juga menggunakan analogi-analogi dalam ceritanya semisal dalam “Nachos” (hal 9) yang tokohnya berimajinasi memakan Nichos seperti berhubungan dengan laki-laki bernama Nachos, dan mencoba mempopulerkan kuliner khas Negara lain (Meksiko) yang rasanya diimajinasikan dirasakan sama bahkan lebih fantastis pada saatt bertemu Nachos.
Penggunaan metafor untuk memperindah jalinan peristiwa juga terlihat pada “Suami Ibu, Suami saya” (hal 49). Bahwa cerpen ini mengisahkan bahwa tokoh “saya” dinikahi oleh ayahnya sendiri. Uniknya dengan metafora “ia membisu ketika ayahnya memasukkan cincin kawin di kelingking kanannya. Membunuh cita-citanya yang bahkan tak sempat ia tahu pasti apa.” Hal ini baru bisa diketahui bahwa sang ayah tega mengawini anaknya sendiri tanpa melihat perasaan istrinya yang berakhir bunuh diri bahkan masih terlalu kecil, cita-cita pun belum bisa diinginkan apalagi diraihnya.
Kasus “Pedofilia” semacam ini cukup langka ditemukan dalam sebuah cerita, namun Djenar meramunya dengan clear and clarity. Meskipun cerita tetap berkelindan dalam ranah seksual yang vulgar, namun unsur sastrawi dan teknik gaya selingkung Djenar tidak mudah ditiru oleh penulis lain, dan hal itu sudah menggapit menjadi salah satu identitas seorang Djenar dengan model semacam ini. Agaknya hal ini benar, seperti Richard Oh pernah bilang, bahwa tak salah bahwa selain dari isi substansi cerita, Djenar membawa kebaruan dibidang ekplorasi yang baru, dengan gaya penulisan yang menurutnya sebuah pembaharuan yang berarti dalam perkembangan sastra Indonesia kini.
Daftar Pustaka
https://blogditter.com/2015/02/27/resensi-buku-cerita-pendek-tentang-cerita-cinta-pendek/
Komentar
Posting Komentar